Dulu waktu aku masih SD ketika
guruku menanyakan “apa cita-cita mu?” kepada aku dan teman-temanku dengan
lantang kami menjawab “dokter” “guru” “polisi” “pilot” padahal dibalik itu
sebenarnya aku tidak tahu bagaimana proses menjadi dokter,guru,polisi,pilot,
bagaimana konsekuensi mereka, apa saja yang diperoleh mereka. Maklum, anak SD.
Kemudian,
saat aku SMP kelas satu, aku diberi angket oleh sekolah. Angket tersebut berisi
apa cita-cita mu, apa saja yang akan kamu lakukan. Di masa itu aku mengisi “
saya ingin menjadi seorang dosen, saya akan belajar dan menjadi anak pintar dan
berprestasi”. Itu cita-citaku,dulu. Kemudian
waktu aku kelas tiga, aku mulai bingung apa cita – citaku, perlahan-lahan
obsesiku untuk menjadi apa yang ku ingin untuk dicita-citakan pupus bagaikan
butiran pasir yang dilukiskan oleh Vina di panggung megah itu. Guru privat ku
pernah bertanya kepadaku
“ abis
gini kamu mau ngelanjutin dimana?”
“sma komplek bu,insyaAllah”
“terus,cita-cita
mu nanti jadi apa?”
“jadi orang sukses bu”
“sukses di
bidang apa? Orang sukses itu banyak loh ya, tapi harus tekun di bidangnya”
Dulu
waktu aku kelas tiga, setiap ada yang bertanya cita-cita mu mau jadi apa? Pasti
aku menjawabnya “pingin jadi sukses” dan sebenarnya aku tidak tau definisi
sukses ku itu apa? Tetapi aku tetap saja pada pendirianku, ingin sukses.

***
Sekarang aku sudah kelas
satu SMA. Sebentar lagi aku dihadapkan pada dunia kerja. Tetapi sebenarnya aku
masih bingung apa yang akan ku cita-citakan. Ralat, aku tidak tahu apa itu
cita-cita. Apakah cita-cita itu profesi? Mimpi? Apakah cita-cita itu yang akan
ku gapai di masa yang akan datang nanti? Aku
tidak tahu. Kemudian aku mencoba mencari tahu tentang definisi cita-cita.
ssaat aku browsing aku tertarik pada
bacaan “cita-citaku setinggi tanah” padahal biasanya para orang tua dan guru
berkata “gapailah cita-citamu setinggi langit”. Ternyata, bacaan itu adalah
sebuah film. Film itu menceritakan seorang anak dari keluarga kurang mampu yang
memiliki cita-cita yang beda dari yang lain yaitu, makan nasi padang. Karena menurutnya
cita-citanya itu memerlukan pengorbanan untuk dapat memperolehnya. Jadi, apakah
saat aku lapar, makan adalah cita-citaku? Rasa penasaran ku terus bertambah,
aku mengikuti suatu kajian di sekolah, aku bertanya segala sesuatu tentang
cita-cita. Kajian itu menyimpulkan bahwa, cita-cita itu mempunyai nilai. Yaitu,
bahagia setinggi-tingginya dan duka serendah-rendahnya. Dan dalam meraih cita-cita
kita juga harus mempunyai sasaran. Sasaran dalam hal ini adalah apa saja yang
mau kita capai. Dan hasil akhir dari sasaran itu adalah tujuan. Tujuan? . Lalu, bagaimana dengan orang
yang tidak mempunyai sasaran (orang yang tidak bercita-cita,red) mereka bisa
sukses, tetapi mereka harus melewati jalan yang panjang.
Sekarang
aku mulai bertanya apakah harus kita mengalir layaknya air ataukah kita harus
berusaha semaksimal mungkin untuk menggapai cita-citanya. Tetapi, aku
berprinsip tidak ada sesuatu tanpa
proses. Sekarang aku sedang menjalani proses untuk menggapai sesuatu itu. Aku
juga sedang mendaftar sasaranku.
Sampai aku mengetik tulisan ini
aku masih bingung apa itu cita-cita dan
apa cita-citaku?
citta faradisa
BalasHapus